Sekadar menelusuri jejak-jejak peradaban

Koran Pagi Edisi Sabtu 18 Juni 2011

Wilujeng siang....

Koran Tempo, Sabtu, 18 Juni 2011
Koran Tempo, Sabtu, 18 Juni 2011
EDITORIAL » Vonis Janggal Agus Condro
Vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terhadap Agus Condro sekali lagi menandakan lemahnya perlindungan hukum bagi para "peniup peluit" di negeri ini. Mantan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini layak kecewa. Sebagai pembongkar kasus suap, vonis hukuman yang ia terima tak jauh berbeda dengan para sejawatnya di Dewan Perwakilan Rakyat.
Agus, yang berjasa sebagai whistle-blower membongkar kasus suap cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom, dijatuhi hukuman 1 tahun 3 bulan penjara. Itu berarti hanya sedikit lebih rendah daripada vonis terhadap terdakwa lainnya, yaitu Willem Mas Tutuarima, yang cuma diganjar 1 tahun 6 bulan. Begitu pula Max Moein dan Rusman Lumban Toruan, yang masing-masing divonis 1 tahun 8 bulan penjara.
Bisa dipahami mengapa Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban protes. Meski hukuman Agus lebih ringan daripada para koleganya, vonis itu tak adil. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Agus, yang ikut menerima suap, memang tak bisa lolos dari jerat pidana. Tapi, sebagai pelapor pertama, pasal 10 ayat 2 undang-undang itu menyebutkan kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan.
Keringanan hukuman itu yang tak ada dalam vonis hakim. Mengacu pada UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Agus setidaknya hanya dijatuhi hukuman paling minimal, yaitu 1 tahun penjara. Ketidakadilan itu kian terasa jika melihat sejumlah putusan kontroversial kasus korupsi. Salah satunya putusan Pengadilan Negeri Semarang yang diperkuat Mahkamah Agung, yang "menghadiahi" Mardijo, Ketua DPRD Jawa Tengah periode 1999-2004, hukuman percobaan 2 tahun alias tak harus masuk bui.
Kasus Agus mengingatkan kita pada nasib nahas para pelapor pertama lainnya. Endin Wahyudin, Khairiansyah Salman, dan Vincentius Amin Sutanto termasuk di antaranya. Vincent, pembongkar kasus dugaan megaskandal pajak Asian Agri Group, bahkan diganjar 11 tahun penjara atas dakwaan pencucian uang yang tidak diperbuatnya.
Bandingkan dengan nasib para whistle-blower yang dilindungi pemerintah Amerika Serikat. Di bawah undang-undang the False Claims Act, yang dikenal juga dengan sebutan Lincoln Law, para "peniup peluit" tak hanya dilindungi keselamatan diri dan keluarganya. Mereka bahkan berhak mendapat imbalan (qui tam) 15-30 persen dari uang negara yang diselamatkan. Tak kurang dari US$ 22 miliar mengalir ke kas negara. Lebih dari US$ 1 miliar di antaranya dibagikan sebagai imbalan kepada ratusan whistle-blower.
Kasus Joe Valachi (the Valachi Papers), yang membongkar kejahatan Omerta pada 1962, juga bisa menjadi rujukan bagi para aparat hukum di negeri ini. Valachi semula dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum atas kasus pembunuhan. Namun, berkat kesaksiannya membongkar kejahatan yang lebih besar, tuntutan hukumannya diperingan menjadi penjara seumur hidup.
Sistem hukum Indonesia memang berbeda. Tapi tak ada salahnya memetik pelajaran dari keberhasilan Amerika memerangi korupsi. Sebab, tanpa terobosan hukum, benar yang dikhawatirkan Agus: tak akan ada lagi orang yang mau melaporkan kasus korupsi.

Media Indonesia, Sabtu, 18 Juni 2011
Media Indonesia, Sabtu, 18 Juni 2011
EDITORIAL » Kebangkrutan Negara
PERINGATAN sejumlah tokoh nasional tentang perlunya mencegah kebangkrutan negara di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Kamis (16/6), tidak bisa dianggap angin lalu. Kian hari, tanda-tanda bahwa negara ini semakin berada di ambang gagal dan bangkrut semakin terlihat.
Tanda-tandanya banyak sekali. Pertama, pemerintah pusat yang lemah dan tidak mampu dalam mengendalikan pemerintah daerah. Semuanya berjalan sendiri-sendiri.
Kedua, buruknya infrastruktur hampir merata di mana-mana. Sedemikian buruk, menunjukkan jeleknya peranan negara.
Ketiga, meluasnya keganasan korupsi. Yang terakhir terjadi megakorupsi yang diduga sangat kuat digerakkan Nazaruddin, mantan bendahara umum partai yang berkuasa.
Keempat, inilah negara yang memusuhi kejujuran. Betapa celaka karena sikap memusuhi kejujuran itu bahkan disemai di dunia pendidikan.
Kelima, ketidakmangkusan kepemimpinan nasional sehingga nyaris tidak ada masalah bangsa dan negara yang selesai. Sebaliknya, masalah kian menumpuk menggerogoti kehidupan berbangsa dan bernegara.
Keenam, daya beli rakyat yang semakin merosot. Harga pangan dan harga energi semakin tidak terjangkau rakyat banyak.
Maka, tidak mengherankan jika survei lembaga The Fund for Peace dan majalah Foreign Policy tentang failed state index atau indeks negara gagal pada 2010 menempatkan Indonesia di posisi negara dalam peringatan, atau dekat dengan negara gagal.
Bahkan, sejak 2005 hingga 2010, Indonesia lebih dekat jaraknya dengan posisi 'waspada' negara gagal ketimbang dengan posisi 'bertahan'.
Indonesia bahkan belum masuk di zona negara moderat.
Indeks tersebut memasukkan 177 negara ke dalam empat posisi dari segi dekat jauhnya terhadap kategori negara gagal, yaitu posisi waspada (alert), dalam peringatan (warning), sedang (moderate), dan bertahan (sustainable).
Posisi Indonesia di urutan 61 dari 177 negara di dunia yang disurvei sudah mendekati negara-negara yang masuk kategori gagal seperti Somalia dan Zimbabwe.
Sayangnya, beragam seruan dan peringatan negara gagal itu ditanggapi amat defensif oleh para pemangku kekuasaan di Republik ini. Alih-alih berterima kasih karena diperingatkan, malah ada pejabat yang memberi cap kepada para penyeru penyelamatan bangsa dari kegagalan sebagai 'pengidap mata kalong'.
Bergepok-gepok data, berpuluh-puluh survei, berderet fakta sosial agaknya belum cukup bagi pemerintah untuk terlecut menarik negara ini dari tubir kebangkrutan. Pemimpin di negeri ini belum mampu menjadi lokomotif yang menggerakkan. Celakanya, ketika ada pihak-pihak yang membantu menarik gerbong, para pemimpin malah mencurigai.
Selama para pemangku kekuasaan terus menganggap angin lalu berbagai seruan itu, bukan mustahil negara bangkrut benar-benar menjadi kenyataan.
Lalu, kita pun meratapinya seumur hidup.

PAUSE » Akhir Pekan dan Tidur
AKHIR pekan selalu dinanti siapa pun setelah sepekan bekerja. Biasanya, mereka menghabiskan waktu dengan tidur panjang pada Sabtu dan Minggu. Namun, efektifkah tidur panjang untuk memulihkan kondisi tubuh?
Tim dari Penn College of Medicine, AS, mengadakan penelitian yang melibatkan responden pria dan perempuan. Mereka diminta tidur 13 malam di laboratorium. Empat malam pertama responden tidur 8 jam. Enam malam berikutnya waktu tidur mereka 6 jam. Kemudian tiga malam terakhir mereka tidur lebih dari 10 jam.
Hasilnya, pada responden yang kurang tidur lalu menebusnya tidur panjang di tiga hari terakhir tidak berdampak terhadap kondisi tubuh mereka. "Setelah sedikit tidur, dua malam pemulihan sudah cukup untuk mengurangi rasa kantuk, tetapi tidak bagi kondisi tubuh," kata ketua tim peneliti Alexandros Vgontzas.
Dia menambahkan, menebus dengan tidur panjang di akhir pekan justru akan menyebabkan pusing, lamban, dan ceroboh saat bekerja.(Medicmagic/*/X-5)

Seputar Indonesia, Sabtu, 18 Juni 2011
Quote of the day »
Hal paling menyenangkan dalam hidup adalah melakukan sesuatu yang menurut orang, Anda takkan bisa melakukannya.
-- Walter Bagehot (1826-1877), analis politik, ekonom, dan jurnalis asal Inggris


Republika, Sabtu, 18 Juni 2011
Republika, Sabtu, 18 Juni 2011
Rehat
Hikmah: Isra Mi'raj oleh Hery Sucipto




Koran Jakarta, Sabtu, 18 Juni 2011

Haluan, Sabtu, 18 Juni 2011

Riau Pos, Sabtu, 18 Juni 2011

Sriwijaya Post, Sabtu, 18 Juni 2011

Pikiran Rakyat, Sabtu, 18 Juni 2011
Pikiran Rakyat, Sabtu, 18 Juni 2011

Trans Studio Bandung Dibuka
STILISTIKA » Bahasa dan Dialek oleh Ajip Rosidi


Radar Jogja, Sabtu, 18 Juni 2011

Surya, Sabtu, 18 Juni 2011

Banjarmasin Post, Sabtu, 18 Juni 2011

Tribun Kaltim, Sabtu, 18 Juni 2011

Tribun Pontianak, Sabtu, 18 Juni 2011

Pontianak Post, Sabtu, 18 Juni 2011

Manado Post, Sabtu, 18 Juni 2011

Bali Pos, Sabtu, 18 Juni 2011

Kuwait Times, Sabtu, 18 Juni 2011
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment

Cara Seo Blogger