Sekadar menelusuri jejak-jejak peradaban

Koran Pagi Edisi Jumat 24 Juni 2011

Malas membaca ternyata memicu krisis multidimensi....

Media Indonesia, Jumat, 24 Juni 2011
EDITORIAL » Inpres Moratorium Miskin Apresiasi
PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan instruksi presiden soal perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI). Inpres yang dibacakan di Istana Negara, kemarin, itu berisi antara lain moratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi mulai 1 Agustus, pembentukan konsulat hukum dan HAM di setiap kedutaan negara tujuan, dan membentuk satuan tugas pembela TKI yang terancam hukuman mati.
Itu berarti sejak 2006, telah tiga kali SBY mengeluarkan inpres yang isinya mirip-mirip tentang perkara yang sama. Dua inpres yang lain ialah Inpres 3/2006 tentang Penempatan dan Perlindungan dan Inpres 3/2010 tentang Pembentukan BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI).
Namun, inpres yang dikeluarkan enam hari setelah pemancungan Ruyati binti Satibi, TKI asal Bekasi, oleh aparat hukum Arab Saudi itu miskin apresiasi publik. Publik yang kecewa karena pemerintah tidak mengetahui pemancungan Ruyati tetap menganggap pemerintah gagal melindungi warga negara.
Kekecewaan dipicu penjelasan tiga menteri, Menakertrans Muhaimin Iskandar, Menlu Marty Natalegawa, dan Menkum dan HAM Patrialis Akbar, yang sangat defensif. Sebaliknya, SBY bertindak sebagai moderator.
Publik tidak membutuhkan berapa jumlah warga Filipina yang dipancung dan berapa warga Indonesia yang bernasib sama. Publik tidak memerlukan berapa kali menteri berkunjung ke Arab Saudi dan bertemu siapa di sana.
Yang amat mengecewakan ialah fakta bahwa Ruyati dipancung tanpa ada otoritas negara Indonesia yang tahu. Jangan cuma menyalahkan Arab Saudi yang melanggar tata pergaulan internasional ketika lalai memberi tahu.
Warga Filipina ada juga yang dipancung. Yang membedakan Filipina dan Indonesia ialah komitmen dan kesungguhan pembelaan para pemimpin dan otoritas negara terhadap warga. Bila harus dipancung, publik memaafkan karena pemerintah membuktikan telah bekerja sungguh-sungguh.
Dalam kasus Ruyati, pemerintah tidak mampu membuktikan bahwa aparatur mereka telah bekerja sungguh-sungguh membela warga negara. Celakanya, untuk menjelaskan kesungguhan itu dipilih format pidato tiga menteri yang sangat defensif dan sangat terlambat pula.
Yang menjadi pertanyaan serius ialah mengapa publik sangat pelit mengapresiasi kerja aparatur? Aparatur pemerintah sangat gampang menuduh media berkepentingan menonjolkan yang jelek dan mengabaikan yang baik. Namun, harus diingat bahwa media, termasuk televisi, merupakan refleksi suara publik. Media tidak mengarang pendapat orang.
Sebuah prestasi negara/pemerintah yang tidak mendapat apresiasi publik bisa disebabkan banyak hal. Pertama, memang pemerintah miskin prestasi. Kedua, pemerintah selalu terlambat bereaksi. Ketika kejengkelan publik memuncak, reaksi apa pun--apalagi defensif--tidak ada gunanya.
Ketiga, dan ini yang paling ironis, SBY yang selalu dituding mementingkan politik citra justru sangat lemah dalam pengelolaan public relations.

PAUSE » Kota dan Kinerja Otak
KEHIDUPAN di kota-kota besar ternyata berpengaruh besar terhadap perkembangan dan aktivitas otak. Demikian kesimpulan studi tim dari University of Heidelberg di Mannheim, Jerman.
Dalam penelitian itu, tim mengamati kinerja otak pelajar yang mengalami tekanan sosial. Mereka diberi soal matematika yang sudah didesain sedemikian rupa sehingga pelajar hanya sanggup menjawab sepertiga dari semua jawaban yang benar. Para peneliti terus mendorong pelajar tersebut untuk berupaya lebih baik. Hasilnya, pelajar yang mengikuti tes itu mendapat nilai buruk.
Selama menjalani tes yang penuh tekanan tersebut, pada pelajar yang hidup di perkotaan terdapat peningkatan aktivitas otak di bagian perigenual anterior cingulate cortex (PACC). Selain itu, pada pelajar yang dibesarkan di perkotaan juga terjadi peningkatan aktivitas otak di bagian amygdala. PACC dan amygdala bersama-sama membentuk jalur respons stres dalam otak. (Livescience/*/X-5)

ON THIS DAY »
Foto: AP/sa
1948: Uni Soviet Blokade Jerman Barat
ITULAH awal mula terjadinya Perang Dingin antara AS dan Uni Soviet, ketika Uni Soviet memblokade jalan dan jalur kereta menuju dan dari Berlin Barat. Kedua negara berseberangan mengenai perbaikan bagi Jerman. Jerman dibagi menjadi beberapa wilayah setelah Perang Dunia II. Uni Soviet diberi zona Jerman bagian timur, sedangkan AS, Inggris, dan Prancis diberi wilayah Jerman bagian barat. Tugas mereka adalah mengatur perbaikan Jerman dan tentara Nazi yang menyerah. Ibukota Jerman saat itu, Berlin, juga dibagi dalam empat wilayah. Perbedaan muncul ketika Uni Soviet melihat kesempatan untuk perbaikan negara mereka dengan memanfaatkan perbaikan Jerman dan mengusulkan Jerman tanpa militer. Di pihak lain, AS menginginkan bersatunya Jerman agar mereka menjadi negara yang menentukan nasib sendiri. Hal itu disebabkan AS melihat keinginan Uni Soviet untuk memperluas kekuasaan mereka ke Eropa bagian barat. AS kemudian mempersatukan wilayah tugas mereka dengan Inggris dan Prancis. Uni Soviet melihat itu sebagai sebuah ancaman. Negosiasi pun dilakukan untuk meredam masalah tersebut. Namun, negosiasi itu gagal, Uni Soviet kemudian memblokade jalur transportasi menuju Berlin Barat.

Foto: AP/The National Archives/sa
1997: Laporan AU AS mengenai Roswell
ANGKATAN Udara AS secara resmi merilis laporan setebal 231 halaman mengenai kecelakaan yang diklaim sebagai jatuhnya UFO di Roswell, New Mexico, 50 tahun sejak ‘kecelakaan’ tersebut terjadi. Perhatian publik mulai tersita pada pesawat yang menandakan kehidupan alien setelah adanya pengembangan konsep perjalanan angkasa luar pada 1940-an. Kota Roswell, yang berada dekat Sungai Pecos di selatan New Mexico, semakin menyita perhatian publik ketika pada Juli 1947, seorang pemilik ladang menemukan benda-benda bersinar berserakan di ladangnya. Angkatan Udara kemudian mengambil alih kasus tersebut. Kasus itu menjadi heboh dengan dipajangnya berita tersebut di halaman depan koran lokal. Pernyataan resmi menyatakan benda yang jatuh adalah balon cuaca yang diluncurkan dari pangkalan udara terdekat, sebagai percobaan untuk mendeteksi percobaan nuklir Uni Soviet. Namun, mereka yang percaya keberadaan UFO tersebut yakin bahwa bangkai pesawat dan jasad tubuh alien disimpan di pangkalan udara rahasia berkode Area 51 di Nevada.

Pemerintah Defensif

Presiden Bicara soal TKI

Petani Sejahtera karena Jeruk

Pesawat Jatuh

Miniatur Sepeda Fixie

Alenia Pictures: Serdadu Kumbang untuk Indonesia

Malas Membaca Picu Krisis Multidimensi
Prancis Tolak Hentikan Pengeboman


Harga Rumput Laut

Euro U-21: Spanyol Jumpa Swiss di Final

Piala Libertadores 2011: Perkelahian Nodai Sukses Santos

Villas-Boas: Saya tidak saya dengan Mourinho
  

Koran Tempo, Jumat, 24 Juni 2011

Nazaruddin sandera Demokrat, Nunun bebani PKS

EDITORIAL: Tak Cukup Hanya Moratorium


Kutipan Busyro Muqoddas - Tantowi Yahya

Yudhoyono minta tuduhan Nazaruddin dibuktikan

Keterangan pers tentang perlindungan TKI

Menjelang pemilu, Istana Chitralada terbelah

Oops: Miliarder Asia lewati Eropa

Sejarah: 1985, misi pesawat ulang-alik STS-51-G Discovery

Konflik Libya

Petualangan terakhir geng motor santun

Laptop bertenaga matahari

Nokia N9, ponsel minus tombol

Rakhma Sinseria, sensasi kopi lokal di Coffee Toff

Republika, Jumat, 24 Juni 2011

Rehat

Hikmah: Cinta Sebagai Fondai Ibadah oleh Prof. Dr. K.H. Said Aqiel Siradj

SBY protes Arab Saudi

TAJUK: Kejar Terus Trio N

Resonansi Zaim Uchrowi - Monumen 28 Nama

Kampung Gajah di Lembang Bandung

Geert Wilders bebas dari dakwaan

Apakah Wahabi itu?



Seputar Indonesia, Jumat, 24 Juni 2011
Masa Depan Tuhan
Judul di atas adalah judul buku baru karangan Karen Armstrong, Masa Depan Tuhan (2011) dalam edisi bahasa Indonesia. Aslinya The Case for God: What Religion Really Means.
Armstrong adalah penulis keagamaan yang serius, tradisi risetnya kuat, sehingga pantas jika lebih dari 15 bukunya masuk ranking terlaris di dunia. Tuhan dalam kajian Armstrong adalah Tuhan yang menyejarah, yang hidup di tengah dan bersama pemeluknya, Tuhan yang kemudian melahirkan komunitas orang beriman dan sekian banyak tradisi dan institusi agama.
Jadi, Tuhan sebagai Yang Mahatinggi dan Absolut tentu tidak dibatasi waktu, tak mengenal kemarin, sekarang, dan masa depan. Bahkan juga tidak terpahami oleh akal pikiran. Kita terlalu banyak berbicara tentang Tuhan akhir-akhir ini dan apa yang kita katakan sering dangkal, kata Armstrong (hlm 9).
Di samping menyajikan dinamika jejak-jejak Tuhan dan pengaruhnya dalam sejarah manusia, buku ini secara tidak langsung menjawab paham ateisme modern yang berciri sangat rasional dan ilmiah (scientific atheism) yang telah memukau masyarakat modern dan anak-anak muda di Barat.
Selama abad ke-16 dan ke-17, di Barat lahir peradaban baru yang diatur dengan rasionalitas ilmiah dan ekonomi yang berbasis pada teknologi serta penanaman modal. Sejak itu satu-satunya ukuran kebenaran adalah metode ilmiah. Logos mengalahkan mitos. Padahal di dalam mitos keagamaan terkandung kebenaran dan kebajikan yang tidak dapat dijangkau oleh logos.
Tafsiran yang serbarasional atas agama menimbulkan dua fenomena baru yang sangat khas: fundamentalisme dan ateisme (hlm 19). Selama ini tokoh yang mengembangkan paham ateisme selalu merujuk pada Feurbach, Karl Marx, Nietzsche, atau Freud yang muncul di abad ke-19.Tetapi sekarang bermunculan paham ateisme baru yang dimotori terutama oleh Richard Dawkin, Christopher Hitchens, dan Sam Haris.
Dalam karya-karya mereka akan ditemukan argumentasi ilmiah kontemporer untuk menyerang umat beragama yang masih mempercayai Tuhan dan campur tangan-Nya dalam sejarah. Terhadap serangan dimaksud, buku Armstrong ini turut berdiri sebagai pembelaan terhadap eksistensi agama-agama.
Logika dan pendekatan ilmiah, terlebih yang mengandalkan paham empirisisme-positivisme, tidak akan pernah mampu memotret dan menganalisis misteri kehidupan, keberagamaan dan kebertuhanan. Berbagai karya Armstrong secara serius berhasil menyajikan betapa agama dan keyakinan pada Tuhan selalu hadir pada panggung sejarah dan turut memengaruhi manusia memaknai hidupnya.
Agama, keyakinan dan pemahaman terhadap Tuhan, senantiasa berinteraksi dengan perkembangan sejarah sebuah masyarakat dengan segala aspeknya. Karena itu, katanya, memahami kitab suci hanya sebatas kata-kata literernya akan menyesatkan dan mengalami reduksi, tidak sampai pada pesan inti agama.
Di sisi lain, arogansi ilmiah dalam memahami agama telah mendorong munculnya respons balik berupa fundamentalisme agama. Perubahan mind-set pemahaman agama dan kehidupan di Eropa sangat dipengaruhi oleh ekspedisi Christopher Columbus pada 1492 yang berhasil menemukan benua baru Amerika, yang disponsori Raja Katolik Ferdinand dan Isabella.
Berita keberhasilan ini menyebar bagaikan wabah baru, bahwa di luar Eropa ternyata ada dunia lain yang sangat menarik untuk dieksplorasi. Jadi, ekspedisi, eksplorasi, perpindahan penduduk dan penyebaran informasi baru selalu melahirkan sintesa budaya baru, yang diawali dengan masalah dan tantangan baru.
Hari ini, apa yang terjadi pada abad ke-15 di Eropa telah merata di seluruh dunia melalui jejaring internet dan dunia maya. Masyarakat terkondisikan untuk berani melampaui batas-batas dunia yang diketahui. Perjumpaan dan benturan berbagai tradisi dan informasi budaya serta agama ini telah membuat sebagian besar umat beragama gamang dan kaget (shocked).
Bahwa klaim kebenaran, keilahian, dan surga ternyata juga dimiliki oleh kelompok umat agama lain. Sementara itu, ada juga kelompok yang secara gigih menentang adanya Tuhan dan ingin menghapus agama. Perasaan tidak nyaman dan terancam dalam beragama inilah akar munculnya gerakan fundamentalisme.
Mengutip Armstrong, fundamentalisme adalah iman yang sangat reduktif. Dalam kecemasan dan ketakutan mereka, kaum fundamentalis sering mendistorsi tradisi yang mereka coba bela, misalnya dengan sangat selektif baca ayat-ayat kitab suci yang membenarkan kekerasan dan permusuhan terhadap umat yang berbeda keyakinan (hlm. 470).
Kaum fundamentalis yakin bahwa mereka berjuang atas nama Tuhan, tetapi sebenarnya religiositas jenis ini mewakili kemunduran dari Tuhan (hlm 471). Demikianlah, dunia terus berputar. Sejarah terus bergulir merekam sepak terjang pemikiran dan perilaku manusia. Agama pun sering kali jadi sasaran kritik dan caci maki.
Tetapi nyatanya agama tetap hidup dan berkembang. Tuhan selalu berada di hati manusia. Ini membenarkan pandangan yang mengatakan bahwa ”agama memiliki seribu nyawa”. Kalaupun mati satu, masih lebih banyak yang bertahan hidup.
Orang boleh saja mengkritik perilaku umat beragama dan berbagai institusi keagamaan yang dibangunnya, tapi kesadaran, kebutuhan dan keyakinan agama masih tetap menggelora. Dengan agama seseorang mencari makna dan tujuan hidup yang lebih hakiki dan mulia. PROF. DR. KOMARUDDIN HIDAYAT, Rektor UIN Syarif Hidayatullah

Quote of the day »
Sesekali mata kita perlu dibersihkan dengan air mata agar kita bisa melihat hidup ini dengan cara pandang yang lebih bersih.
-- Alex Tan, profesor politik asal Selandia Baru.



Koran Jakarta, Jumat, 24 Juni 2011

Andalas, Jumat, 24 Juni 2011

Haluan, Jumat, 24 Juni 2011

Riau Pos, Jumat, 24 Juni 2011

Sriwijaya Post, Jumat, 24 Juni 2011

Lampung Post, Jumat, 24 Juni 2011

Pikiran Rakyat, Jumat, 24 Juni 2011
















Radar Jogja, Jumat, 24 Juni 2011

Surya, Jumat, 24 Juni 2011

Pontianak Post, Jumat, 24 Juni 2011

Tribun Pontianak, Jumat, 24 Juni 2011

Banjarmasin Post, Jumat, 24 Juni 2011

Tribun Kaltim, Jumat, 24 Juni 2011

Manado Post, Jumat, 24 Juni 2011

Bali Post, Jumat, 24 Juni 2011

International Bali Post, Friday, June 24, 2011
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment

Cara Seo Blogger