Sekadar menelusuri jejak-jejak peradaban

Ternyata Kita Belum Siap

Konon menjelang kedatangan (kembali) bangsa Anunnaki yang menumpangi planet Nibiru, suasana di planet biru kian tidak menentu. Bumi kerap dilanda bencana. Gempa tektonik dan vulkanik, tsunami, banjir, menjadi hal biasa. Iklim pun berubah-ubah secara drastis. Hal ini pertanda planet misterius—dengan orbit misterius pula—telah semakin mendekati tata surya kita.

Mitologi bangsa Sumeria tersebut lantas (selalu) dihubungkan dengan penanggalan peninggalan suku Maya. Seperti kita ketahui, bangsa ini terkenal mempunyai sejenis kalender canggih yang akan berakhir pada 21 Desember 2012 (kebetulan jatuh pas Jumat! Biar tambah dramatis, xi). Mengapa mereka tidak melanjutkan kalendernya? Pertanyaan ini dilontarkan presenter sebuah acara misteri impor di layar gelas belasan tahun silam. Entah mengapa, waktu itu, pertanyaan tersebut sempat membuat bulu kuduk saya merinding.

Beberapa tahun terakhir, penafsiran ihwal 21-12-2012 ini terasa semakin intens. Yang paling ekstrem: Ya, tafsir tentang akan berhentinya waktu. Saat itu akan muncul gelombang galaksi besar-besaran sehingga mengakibatkan terhentinya semua kegiatan di muka Bumi ini. Bumi pun luluh lantak akibat ditumbuk kekuatan besar dari angkasa. Beberapa penafsiran memang mengerucut pada kesimpulan bahwa pada tanggal itu peradaban manusia akan berakhir. Bencana mahadahsyat tersebut dipercaya hanya akan menyisakan kurang dari 20% penduduk bumi.

Tafsir tersebut seolah diperkuat oleh tokoh-tokoh spiritual dunia yang dengan gamblang mengingatkan saat ini kita berada pada fase pemurnian peradaban. Segala karut-marut yang telah ditimbulkan umat manusia telah memicu akhir peradaban itu sendiri. Sebagaimana peradaban-peradaban sebelum manusia yang dihancurkan akibat suatu kemerosotan moral. Generasi baru akan muncul mengawal peradaban baru pula yang lebih primitif, tetapi lebih santun.

Namun, ada juga yang menafsirkan bahwa 2012 hanyalah pemicu peralihan budaya dari peradaban itu sendiri. Sama sekali bukan kegoncangan bumi secara kasatmata, apalagi kehancuran semesta secara total. Tidak ada yang perlu ditakutkan. Justru kita akan digiring pada suatu peradaban yang lebih beradab, baik secara spiritual maupun fisik.

Adapun pihak yang skeptis (atau mungkin lebih rasional?) tampaknya tidak terpengaruh dengan berbagai prediksi yang dirasa terlalu dikait-kaitkan. Apalagi, banyak prediksi (tentang akhir zaman) sebelumnya yang berakhir meleset. Mereka lebih percaya pada bukti-bukti ilmiah. Sebagian peneliti memang memprediksi bahwa pada 2011-2012 akan terjadi badai matahari. Akan tetapi, bukankah itu gejala alam biasa?

Lepas dari itu semua, banyak situs di ranah maya telah memasang semacam widget penghitung mundur menjelang hari-H (untuk menerjemahkan istilah D-day) 21 Desember 2012 tersebut. Tujuan mereka mungkin bermacam-macam. Dari sekadar heureuy, setengah percaya, sampai yang serius untuk mengingatkan akan bahaya yang bakal melanda.

Wallahu a’lam. Hanya Allah Yang Maha Berkehendak kapan segenap makhluk-Nya akan dibinasakan. Termasuk pula kapan kehancuran total semesta. Akhir zaman mungkin akan terjadi hari ini, besok, lusa, atau jutaan tahun lagi. Yang jelas, kedatangannya dipastikan akan semakin mendekat.

Di balik itu, ketika kita berada di puncak kesadaran, rumor 2012 tersebut tentu akan ditanggapi secara bijak. Tidak terlalu penting bagi kita untuk memercayai suatu penafsiran dan prediksi makhluk. Yang terpenting, isu itu harus menjadi pengukur tingkat kesiapan kita menjelang takdir itu menjemput. Bahwa ternyata tidak lagi banyak waktu yang akan kita lalui. Bahwa takdir itu dapat terjadi di sembarang waktu. Bahwa takdir itu akan datang secara tiba-tiba. Kita sadar dengan sesadar-sadarnya untuk segera bersiap memperbaiki diri. Dengan kata lain, berbagai penafsiran ihwal 2012 mestinya dianggap semacam warning agar kita siap. Sebagaimana warning dari gejala-gejala alam yang mengisyaratkan bahwa bumi yang kita cintai ini telah begitu renta.

Namun, apa daya manusia adalah makhluk pelupa. Berbagai peringatan itu dengan mudahnya terabaikan. Kita terlalu disibukkan wira-wiri segenap urusan duniawi. Seolah kita hanya akan tersadar jika telah mendapat teguran (kembali).

Tidak pelak lagi, kepanikan pada Rabu sore lalu adalah bentuk teguran itu. Ampuni kami, ya Rabb, ternyata kami belum siap....

(Rumah Kreatif Dixi, Sabtu, 5 September 2009, 9.40)
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment

Cara Seo Blogger