|
|
EDITORIAL » Republik Goshow
DALAM sistem presidensial, mengangkat dan memberhentikan menteri merupakan hak prerogatif presiden. Mau mengangkat si X atau Y, juga mau memberhentikan si A atau si Z, merupakan hak penuh presiden. Itu harus dipandang lumrah dan biasa saja bagi seorang presiden.
Konstitusi kita sudah menggariskan untuk menganut sistem presidensial tersebut. Karena itu, metode apa pun yang dipilih presiden dalam menunaikan amanat konstitusi itu bukanlah persoalan dan harus dihormati.
Kebebasan penuh untuk memilih metode itu, mestinya, juga dimiliki Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ia boleh menggunakan metode telepon ala Pak Harto, menunjuk tim penilai, atau melakukan fit and proper test seperti yang sudah ia lakukan saat memilih menteri Kabinet Indonesia Bersatu II.
Lalu mengapa hal yang lumrah dan biasa itu menjadi sangat gaduh dan genting? Saban isu dan rencana reshuffle muncul, pada saat itu pula publik seperti diberi tontonan betapa luar biasanya urusan merombak kabinet itu.
Partai politik memasang kuda-kuda. Berbagai kalangan pun menganalisis dan menebak-nebak soal siapa menteri yang bakal lengser dan siapa pula yang akan menggantikannya.
Gosip soal daftar nama calon menteri dan yang diganti pun beredar, dari daftar yang kelihatan serius sampai yang sekadar bercanda. Celakanya, Presiden Yudhoyono pun tangkas menanggapi gosip itu.
Ia menyebut nama yang beredar itu pasti bukan dari dirinya. Presiden Yudhoyono sampai perlu menjelaskan hal itu beberapa kali.
Presiden khawatir bakal diamuk orang-orang yang namanya masuk daftar gosip, tetapi nyatanya tidak dipilih jadi menteri. Karena itu, ia perlu mengeluarkan tangkisan yang sebenarnya tidak perlu itu.
Sembari menangkal gosip, Yudhoyono pun membeberkan apa dan bagaimana kriteria reshuffle yang hendak ia jalankan. Juru bicara presiden dan staf khusus pun ikut menjelaskan mekanisme yang akan ditempuh Presiden. Tanggal reshuffle bahkan juga diumumkan kepada publik.
Para staf presiden pun sibuk bukan main menebar berita kepada publik bahwa Presiden Yudhoyono sangat serius dalam menentukan reshuffle. Kesan serius itu bahkan dibangun dengan liputan media massa soal Presiden yang sampai harus berkantor di kediaman pribadi di Cikeas, Bogor, demi mematangkan reshuffle tersebut.
Maka, menjadi mengherankan jika Presiden sangat risau dengan gosip daftar nama calon menteri baru. Bukankah api gosip itu muncul karena ada asap 'pertunjukan' alias show kepada publik soal gentingnya reshuffle?
Sampai kapan rakyat di negeri ini terus disandera pentas goshow (gosip dan show) yang oleh anak sekarang disebut lebai itu? Semakin lama pentas remeh-temeh itu dipertontonkan, makin gaduh suasana, terlalu banyak spekulasi, yang ujung-ujungnya muncul ketidakpastian.
Padahal, masih menumpuk pekerjaan rumah besar yang mesti diselesaikan pemerintah. Infrastruktur yang tidak bergerak signifikan dan nasib perbatasan yang terus-menerus dalam bayang-bayang pencaplokan negeri jiran merupakan dua contoh yang sangat membutuhkan penyelesaian.
Jangan karena pening menyelesaikan pekerjaan yang bertumpuk, mencoba 'menghibur' rakyat dengan pentas reshuffle berkepanjangan.
PAUSE » Mencuci Tangan dan Efek Psikologis
MENCUCI tangan ternyata dapat membantu membersihkan perasaan buruk pada diri seseorang. Demikian kesimpulan riset tim peneliti dari University of Michigan, AS, yang dipublikasikan Journal of Current Directions in Psychological Science.
"Dengan mencuci tangan, mandi, dan bahkan hanya berniat melakukannya, seseorang dapat mengurangi atau menghilangkan perasaan buruk, tidak beruntung, atau keraguan," kata peneliti Spike Lee.
Namun, jelas Spike, efek psikologis yang timbul dari membersihkan diri itu tidak selalu memunculkan efek bahagia. Fungsi pembersihan itu lebih hanya menghilangkan efek residual dari pengalaman sebelumnya. (Dailymail/*/X-5)
ON THIS DAY »