PEMERINTAH menaikkan tarif 12 ruas tol sejak kemarin. Besarnya bervariasi, antara Rp500 dan Rp2.500. Penaikan tarif tol itu menuai kritik. Alasannya, tarif naik terus, tapi pelayanan tetap buruk.
Jalan tol gagal membuat masyarakat terbebas dari kemacetan. Jalan tol yang padat merayap, bahkan tersumbat, lebih kerap terdengar ketimbang ramai lancar. Padahal, jalan tol sejatinya untuk mengatasi kemacetan lalu lintas dan mempersingkat jarak dari satu tempat ke tempat lain.
Namun, fakta menunjukkan lain. Kemacetan justru menjadi kondisi umum sejumlah ruas jalan berbayar ini. Pada jam tertentu, arus lalu lintas di ruas tol bahkan nyaris tidak bergerak. Terlebih, bila presiden lewat dengan iring-iringannya yang panjang itu, semua disuruh berhenti. Celakanya, itu terjadi justru pada saat jam sibuk, ketika masyarakat butuh kecepatan bertransportasi. Karena itu, langkah pemerintah menaikkan tarif tol dinilai tidak adil. Mutu dan pelayanan tol yang buruk tidak pantas untuk dibayar lebih mahal.
Bayangkan, bisa ditemukan lubang menganga di jalur yang katanya bebas hambatan itu. Juga bisa terjadi, orang, bahkan ternak, melintas di jalur tol.
Angka kecelakaan di jalan tol pun terbilang tinggi. Mobil derek liar yang ongkosnya mencekik karena lebih merupakan pemerasan pun masih berkeliaran di jalan tol.
Anehnya, realitas itu tidak membuat pemerintah mengevaluasi rencana penaikan tarif. Mereka kukuh menaikkan tarif.
Pemerintah berdalih penaikan tarif tol sudah diatur undang-undang (UU). Pasal 48 ayat 3 UU No 38/2004 tentang Jalan memang menyatakan evaluasi dan penyesuaian tarif tol dilakukan setiap dua tahun sekali berdasarkan pengaruh inflasi.
Jadi, dalil itu seolah membenarkan pemerintah untuk menutup telinga terhadap keluhan masyarakat. Penaikan tarif tol adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar.
Padahal, tidak banyak yang dituntut masyarakat pengguna tol, sebagai pihak yang sebenarnya membiayai jalan tersebut. Penaikan tarif seharusnya diimbangi peningkatan pelayanan dan mutu jalan.
Persoalan kemacetan juga harus bisa diselesaikan. Dengan demikian, jalan tol bisa benar-benar menjadi jalan bebas hambatan, bukan jalan penuh sumbatan.
Namun, rakyat memang tidak punya banyak pilihan untuk menyikapi penaikan tarif. Mau tidak mau, suka tidak suka, rakyat harus menuruti keputusan pemerintah. Tidak banyak alternatif transportasi bagi rakyat.
Maka, kemacetan, sumbatan, dan kubangan sekalipun di jalan tol harus tetap dibayar dengan harga lebih mahal.
Jangan-jangan, menjadi benar kalau dikatakan kemacetan bukan hanya terjadi di jalan tol. Namun, komunikasi antara pemerintah dan rakyatnya juga sudah macet!
PAUSE » Optimisme Dipengaruhi Gen
TAHUKAH Anda bahwa optimisme itu dipengaruhi faktor gen? Menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal National Academy of Sciences, optimisme yang didasari perasaan senang dan cinta dipicu hormon oxytocin. Pelepasan hormon oxytocin itu dipengaruhi gen. Tingkat oxytocin itu sendiri dipengaruhi kombinasi gen yang terbentuk dari formasi 'A' hingga 'G'.
Penelitian itu melibatkan 326 partisipan. Selain diuji dengan pertanyaan sekitar kepercayaan diri, mereka diambil sampel air liur. Hasilnya hanya satu hingga dua orang dari mereka dengan komposisi gen 'A'yang mengalami gejala depresi. Sebaliknya, orang yang memiliki komposisi dua 'G' memiliki optimisme besar. (Medicmagic/*/X-5)