Sekadar menelusuri jejak-jejak peradaban

Media Indonesia, Sabtu, 15 Oktober 2011


Saturday, October 15 2011 
 
 
In today's issue of Media Indonesia ePaper:
FRONT PAGE NEWS
Morning DispatchTNI Menunggu Aksi Diplomatik soal Perbatasan
Spacer
Morning DispatchEDITORIAL - Kepala Gatal Kaki Digaruk
Spacer
Morning DispatchPresiden Takut Hadapi Risiko Politik
Spacer
Morning DispatchPAUSE - Materi dan Pernikahan
Spacer
Morning DispatchPKS Resah dan Gelisah
Spacer
 
 Other pages in this editionEntire Edition 
SpacerSpacerSpacer
 
OlahragaRead More
Spacer
Pecatur Indonesia Buat Kejutan
Stoner Kuasai Phillip Island
Karateka Junior Perlu Jam Terbang
 
MegapolitanRead More
Spacer
Istri Feri Saksi Pencurian Pulsa
Donor Darah Bisa Dilakukan di Masjid
Mayat Perempuan di Kardus Gegerkan Koja


EDITORIAL » Kepala Gatal Kaki Digaruk
PEROMBAKAN kabinet kali ini sesungguhnya menjadi momentum emas bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk meninggalkan jejak harum di sisa masa pemerintahannya. Melalui perombakan kabinet diharapkan kinerja kabinet makin kinclong.
Akan tetapi, Presiden Yudhoyono sepertinya gagal memanfaatkan momentum emas tersebut. Yang tetap menonjol ialah politik pencitraan dengan mengambil panggung kediaman pribadi Yudhoyono di Cikeas, Bogor, Jawa Barat.
Postur kabinet hasil reshuffle sepertinya bakal makin tambun dengan ditambahnya setidaknya tiga wakil menteri. Saat ini di kabinet sudah ada 10 wakil menteri. Di Cikeas, Kamis (13/11), Yudhoyono mengaudisi mereka, yaitu Wardhana (calon wakil menteri luar negeri), Ali Ghufron Mukti (calon wakil menteri kesehatan), dan Sapta Nirwandar (calon wakil menteri kebudayaan dan pariwisata).
Semakin gemuknya postur kabinet dikhawatirkan hanya menghasilkan pemborosan. Sebab, belum tentu kementerian-kementerian tersebut memang membutuhkan wakil menteri.
Idealnya, dilihat dari sisi ketatanegaraan, wakil menteri dibutuhkan untuk melapis menteri-menteri triumvirat, yakni menteri dalam negeri, menteri luar negeri, dan menteri pertahanan. Inilah tiga menteri yang menjadi presidium pimpinan nasional bila presiden dan wakil presiden berhalangan tetap.
Sejumlah kementerian sesungguhnya tidak memerlukan wakil menteri. Jabatan itu hanya membuat direktur jenderal seperti menganggur. Apa mereka cuma makan gaji buta?
Keberadaan wakil menteri juga akan membuat rantai organisasi menjadi semakin panjang. Koordinasi dalam kabinet menjadi semakin ruwet. Padahal, peningkatan koordinasi antarkementerian mestinya menjadi salah satu pertimbangan presiden dalam reshuffle.
Contohnya, dalam perkara ekspor kentang saja, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koordinator Perekonomian, dan Kementerian Pertanian bukannya saling akur berkoordinasi, malah saling serang. Padahal, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian memiliki wakil menteri.
Persoalan lain, dari delapan poin pertimbangan presiden dalam melakukan reshuffle, tak ada satu pun pertimbangan ingin menghapuskan korupsi di kabinet. Padahal, setidaknya terdapat dua menteri, yakni Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar dan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng yang menjadi sorotan publik berkaitan dengan korupsi.
Kesan absennya pertimbangan pemberantasan korupsi dalam perombakan kabinet juga tampak ketika Presiden menggelar jumpa pers dengan para ketua umum partai koalisi berdiri di belakang Presiden. Satu di antara para ketua umum partai koalisi yang berdiri di belakang Presiden ialah Menakertrans Muhaimin Iskandar. Sungguh sebuah pemandangan yang tak elok.
Jika kelak para menteri yang diindikasikan terlibat korupsi tidak dicopot atau hanya digeser posisinya di dalam kabinet, jelas sekali keutuhan politik koalisi menjadi pertimbangan terpenting Presiden dalam merombak kabinet. Bukan pertimbangan ingin menghapus korupsi dari kabinet.
Alhasil, makin gemuknya postur kabinet serta absennya pertimbangan pembersihan korupsi di kabinet dalam proses reshuffle menjadikan perombakan kabinet sekadar sandiwara yang tidak menyelesaikan persoalan.
Perombakan kabinet ini ibarat kepala yang gatal, tetapi kaki yang digaruk.

PAUSE » Materialistis dan Pernikahan
PERNIKAHAN pasangan yang materialistis lebih tidak bahagia jika dibandingkan dengan pasangan nonmaterialistis. Demikian kesimpulan penelitian dari Brigham Young University, AS.
Tim meneliti 1.734 pasangan menikah yang dikelola lembaga penelitian nasional nirlaba, Relate Institute. Sebanyak 14% pasangan tidak termasuk kategori materialistis. Sekitar 11% ialah pasangan dengan istri sangat materialistis, sedangkan suami tidak, dan 14% lainnya menilai sang suami sangat materialistis, sedangkan istri tidak. Sebanyak 20% ialah pasangan materialistis.
Hasilnya, kata peneliti Jason Carroll, secara keseluruhan kehidupan pernikahan pasangan meterialistis berkualitas buruk. Sebaliknya, kehidupan pasangan nonmaterialistis lebih baik 10%-15% dalam kategori kepuasan dan stabilitas pernikahan serta rendahnya tingkat konflik. (Livescience/*/X-5)

Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment

Cara Seo Blogger