Sekadar menelusuri jejak-jejak peradaban

Media Indonesia, Rabu, 19 Oktober 2011


Wednesday, October 19 2011 
 
 
In today's issue of Media Indonesia ePaper:
FRONT PAGE NEWS
Morning DispatchAndi dan Muhaimin Selamat
Spacer
Morning DispatchTokoh Agama Miriskan Kondisi Bangsa
Spacer
Morning DispatchEDITORIAL Selamatkan atau Biarkan Mati
Spacer
 
 Other pages in this editionEntire Edition 
SpacerSpacerSpacer
 
OlahragaRead More
Spacer
Pencak Silat Optimistis Juara Umum
David Beckham Berencana Kunjungi Jakarta Akhir
Tour de France 2012 Lebih Ketat
 
MegapolitanRead More
Spacer
Operator Unreg Seluruh Layanan Content Provider
Mahasiswa Didorong Cinta Lingkungan
Pengusaha Setuju Seragam Sopir


EDITORIAL » Selamatkan atau Biarkan Mati
PEMERINTAH lupa atau pura-pura lupa bahwa negeri ini ialah negara kepulauan. Sebagai sebuah negara kepulauan, mestinya, mutlak ada transportasi antarpulau yang cepat dan aman, dengan tarif terjangkau rakyat.
Transportasi tersebut jelas dikuasai negara. Dia mengambil peran selaku jembatan udara Nusantara, yaitu penerbangan perintis yang memang diselenggarakan negara di atas basis idealisme untuk mempersatukan negeri. Dia ialah Merpati.
Akan tetapi, semua komitmen besar untuk negeri itu kemudian lenyap. Sabtu, 15 Oktober, sejumlah penerbangan Merpati yang transit ataupun terbang dari Bandara Sultan Hasanuddin Makassar dan Bandara Juanda Surabaya berhenti beroperasi karena tidak mampu membeli avtur.
Kepada Pertamina saja, sejak 2006, Merpati berutang Rp550 miliar. Utang itu terdiri dari utang pokok Rp270 miliar. Sisanya denda dan bunga. Adanya denda itu memperlihatkan Merpati pasti pernah gagal membayar kewajiban.
Sekali lagi, itu baru utang kepada Pertamina, belum utang kepada pihak ketiga lainnya. April lalu, total utang Merpati sudah mencapai hampir Rp3 triliun.
Di manakah posisi negara, dalam hal ini pemerintah dan DPR yang memiliki hak bujet? Diakui atau tidak, negara telah membiarkan sang perintis mati pelan-pelan. Pemerintah hanya mengumbar janji surga untuk menyelamatkan Merpati, yaitu mengucurkan dana Rp561 miliar lewat penyertaan modal negara (PMN).
Namun, janji tinggal janji. Tidak ada langkah nyata yang diambil negara untuk menyelamatkan Merpati.
Pemerintah memilih memelihara dilema. Merpati dibiarkan hidup enggan mati tak mau. Dalam hal ini, sesungguhnya persoalan Merpati hanyalah salah satu contoh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sekarang ini, yaitu tidak ada keputusan yang tegas dan solusi yang tuntas.
Negara harus berterus terang apakah masih memerlukan penerbangan perintis atau tidak. Bila masih memerlukan, seharusnya Merpati diselamatkan dengan sepenuh hati, sepenuh anggaran, serta didukung kapasitas dan kompetensi manajemen yang tangguh.
Bila jawabannya tidak lagi memerlukan penerbangan perintis, suntiklah Merpati itu dengan sumber daya secukupnya untuk mampu bersaing dengan maskapai penerbangan swasta. Setelah itu, kalau gagal, biarkan mati. Tutup saja Merpati. Terbuka kemungkinan pemerintah berubah pandangan mengingat berkembangnya maskapai penerbangan swasta yang juga memasuki ceruk perintis dan hidup sehat.
Intinya ialah jangan biarkan masalah menggantung dan terkatung-katung. Ambillah keputusan yang tegas dan solusi yang tuntas. Tugas berat itu berada di atas pundak Dahlan Iskan yang ditunjuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Menteri BUMN.
Dahlan menangis terharu ketika diberi tahu Yudhoyono menjadi menteri. Jangan sampai kelak dia menangis karena gagal sebagai menteri. Tak ada lagi tempat di hati rakyat buat tangis kegagalan menteri, apalagi kegagalan presiden.

ON THIS DAY »
1745: Jonathan Swift Wafat
1954: Sebab Jatuhnya Pesawat Maskapai Comet
1985: Klip Take on Me Angkat A-Ha di Billboard

Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment

Cara Seo Blogger