Sekadar menelusuri jejak-jejak peradaban

Koran Pagi Edisi Selasa 21 Juni 2011

Selamat siang....


Koran Tempo, Selasa, 21 Juni 2011
EDITORIAL » Dikirim untuk Dipancung
Leher Ruyati sudah dipenggal. Jasadnya kemudian dikubur tanpa nisan. Siapa yang bersalah? Ruyati yang membunuh tuannya, tuannya yang menyiksanya, pengadilan Arab Saudi yang diskriminatif, atau pemerintah yang tak membela? Orang yang sok bijak mengatakan: tak perlu mencari kambing hitam. Tapi kita harus mencari tahu kesalahan itu agar di kemudian hari kezaliman tak terulang.
Benar, seperti kata Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, pekerja asal Bekasi, Jawa Barat, itu melakukan tindakan pidana. Dia membunuh tuannya. Tapi Pak Menteri seharusnya bertanya, kenapa seorang perempuan biasa melakukan kejahatan itu. Ruyati, seperti dikutip oleh teman-temannya di Saudi, mengaku mendapat perlakuan buruk dari tuannya. Ia pernah didorong dari tangga hingga jatuh dan kakinya patah, dilempar sandal, bahkan tiga hari tak diberi makan. Bisa jadi semua perlakuan buruk itu yang membuatnya melawan, membunuh.
Sebagian besar pekerja kita yang membunuh majikannya di luar negeri mendapat perlakuan kasar. Hal yang sama terjadi pada Darsem, yang juga bekerja di Saudi. Perempuan Subang, Jawa Barat, ini kini menghadapi ancaman hukuman mati karena membunuh tuannya. Sebab pembunuhan: dia membela diri saat akan diperkosa.
Darsem memang bisa bebas dari hukuman mati jika membayar denda Rp 4,7 miliar. Tapi bukan ini masalahnya. Problemnya terletak pada sistem hukum Saudi yang acak-acakan. Akibatnya, orang-orang yang teraniaya justru mendapat hukuman berat. Masalah lain, masih ada anggapan bahwa pembantu adalah setengah budak yang bisa diperlakukan seenaknya. Itulah yang memicu pemerkosaan dan penganiayaan kepada pekerja asal Indonesia.
Pemerintah, yang bertanggung jawab penuh terhadap perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri, mestinya menyadari masalah seperti itu. Apalagi tanggung jawab itu jelas dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI. Bukan hanya Kementerian Luar Negeri yang terlibat dalam tugas itu, tapi juga Kementerian Tenaga Kerja lewat atasenya. Kita pun memiliki Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI.
Sederet instansi itu kini seolah tak berfungsi. Jangankan mereka mampu melobi dan menekan Arab Saudi, mendapatkan informasi pemancungan Ruyati pun telat. Selama ini juga hampir tak ada pembelaan atau pendampingan ketika ada tenaga kerja yang dianiaya atau dizalimi. Para pejabat baru bereaksi setelah kasus ini dipermasalahkan publik, ketika sudah terlambat.
Mengirim nota protes kepada Saudi, seperti yang akan dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar, adalah tindakan sia-sia. Saudi, seperti kejadian sebelumnya, tidak mendengar protes kita. Yang perlu dilakukan justru menindak pejabat kita yang terbukti lalai dalam menjalankan tugasnya melindungi TKI.
Kini pemerintah harus segera pula menyetop pengiriman TKI ke luar negeri. Perbaiki dulu sistem perlindungan bagi mereka, hal yang sudah dikritik berkali-kali tapi tetap tak ada pembenahan. Tanpa mampu memberi perlindungan, pemerintah hanya mengirim warga negara kita untuk disiksa dan dipancung. Kasus Ruyati, Darsem, dan sederet tragedi sebelumnya sudah lebih dari cukup.

Pemancungan Ruyati: Tiga Petinggi Diminta Bertanggung Jawab

Suatu Hari di Pelataran Masjid Qishas

216 WNI Terancam Hukuman Mati

Tjahjo Kumolo: "Kok sampai kita tidak tahu?"
Wapres Boediono: "Setiap 5 menit ada kecelakaan.
Setiap 10-15 menit ada yang  meninggal."
Ruyati dan Tabir Diplomasi RI; Anggun Trisnanto

K, Komputer Paling Cepat Sejagat


Iptek: Habis Limbah Terbitlah Biogas (1)

Iptek: Habis Limbah Terbitlah Biogas (2)

Abu Cile Kembali Ganggu Australia

1982: John Warnock Hinckley Jr.,
penembak Ronald Reagan dinyatakan bebas 

OOPS: Pawai Sepeda Bugil

Tevez Bertahan di City

Alexis Sanchez Milik Barca

Popok untuk Kuda

Pemecah Gelombang

Solo Batik Carnival Meriahkan Kirab FKY

Makassar International Writer Festival:
Meriah dengan Sastra di Udara



Media Indonesia, Selasa, 21 Juni 2011
EDITORIAL » PT Harus Tinggi
KETENTUAN baru tentang ambang batas parlemen, parliamentary threshold (PT), masih alot. Begitu alotnya sampai-sampai angka PT harus dibawa ke forum Rapat Paripurna DPR karena macet di pembahasan badan legislasi.
Dalam UU No 10 Tahun 2008 ditetapkan angka PT sebesar 2,5%. Dengan angka sebesar itu, hanya dua partai politik baru, Gerindra dan Hanura, yang lolos untuk melengkapi tujuh partai lama. Sebanyak 39 partai peserta Pemilu 2009 tergusur. Untuk Pemilu 2014, partai-partai besar kukuh pada angka PT baru antara 4% dan 5%. Partai kecil dan menengah menginginkan kenaikan maksimal sampai angka 3%. Perubahan PT yang lebih terutama disebabkan kesadaran bahwa partai terlalu banyak. Tidak saja di DPR, apalagi DPRD, tetapi juga jumlah peserta pemilu.
Ada titik temu bagi semua partai untuk menyederhanakan partai agar mendorong pemerintahan yang efektif. Namun, pertanyaannya bagaimana penyederhanaan itu ditempuh? Cara yang paling disetujui ialah melalui mekanisme PT yang lebih tinggi. Namun, berapakah angka yang pas untuk PT baru? Kalau berpatokan pada kebutuhan akan penyederhanaan partai, angka 5% paling ideal untuk mengendalikan partai yang berlebihan.
Dengan syarat pendirian partai yang sangat ketat belakangan ini, angka 5% ideal untuk menyederhanakan partai di DPR juga menekan jumlah peserta Pemilu 2014. Bila ingin lebih efektif, PT 5% tidak hanya berlaku di pusat, tetapi secara nasional. Dengan demikian, tidak ada lagi partai yang tidak memiliki wakil di pusat, tetapi mempunyai kursi di DPRD.
Opsi lain. PT dinaikkan, katakanlah sampai 10%, tetapi tidak ada kursi yang terbuang. Partai-partai yang gagal memenuhi PT tidak berhak membentuk fraksi gabungan, tetapi harus berinduk pada partai yang memenuhi syarat. Kelemahan pilihan itu ialah pemenang pemilu tidak otomatis memimpin kekuatan di parlemen karena sangat bergantung pada formasi koalisi. Koalisi pun menjadi sangat pragmatis.
Karena itu, PT 5% yang berlaku nasional merupakan opsi yang paling fair. Dia bisa menyederhanakan partai untuk pemerintahan yang efektif dan menjaga hak warga berorganisasi melalui ketentuan pendirian partai politik yang semakin ketat.
Dengan demikian, tercipta tidak saja pemilu yang lebih sederhana, tetapi pemerintahan yang lebih sederhana juga karena partai yang berkuasa di DPR hanya berjumlah sekitar tujuh atau delapan partai. Hanya, yang menjadi perdebatan selalu dengan PT yang dinaikkan dan syarat pendirian partai politik yang semakin sulit, apalagi jika PT diberlakukan secara nasional, ialah nasib suara rakyat yang terbuang. Jumlahnya akan sangat banyak. Namun, bangsa ini harus memiliki keberanian untuk memilih yang baik di antara yang serbasulit itu.

PAUSE » Yoga Tawa dan Kesehatan
YOGA identik dengan meditasi dan kesunyian. Namun, tahukah Anda tentang yoga tawa? Tipe yoga itu mengombinasikan tawa spontan dengan gerak pernapasan yang disebut pranayama. Dengan demikian, orang bebas tertawa tanpa bergantung pada lelucon atau komedi.
Pada yoga jenis itu, tawa disimulasi layaknya latihan dalam kelompok. Mereka menggunakan kontak mata dan bermain layaknya anak-anak untuk memicu tawa yang akhirnya menular ke orang-orang di sekitar.
Menurut Alex Eingorn, duta klub yoga tawa di New York, AS, konsep yoga tersebut didasari pada fakta ilmiah bahwa tubuh tidak dapat membedakan antara tertawa sebenarnya dan yang dibuat-buat. "Padahal, efek psikologisnya sama saja. Tertawa bisa menghilangkan efek negatif seperti darah tinggi, depresi, dan diabetes," katanya.
Efek tawa, lanjut Eingorn, mampu mengaktifkan setiap organ dalam tubuh. "Ada otot yang hanya akan bergerak saat kita tertawa," katanya.
Sejak didirikan fisikawan India dokter Madan Kataria pada Maret 2005, klub yoga tawa telah menyebar ke seluruh dunia. Saat ini ada lebih dari 6.000 klub yoga tawa di 60 negara.(Medicmagic/*/X-5)

ON THIS DAY »
Pele (Foto: Reuters)
1970, Pele Pimpin Brasil Juarai Piala Dunia
TIMNAS Brasil, yang dipimpin legenda sepak bola Pele, menjuarai Piala Dunia untuk ketiga kalinya setelah pada final menekuk Italia dengan skor 4-1. Pertandingan yang digelar di Stadion Aztec, Mexico City, itu didatangi 112.000 penonton yang menyaksikan permainan indah Pele dan Brasil pada masa kejayaannya.
Andai lapangan tidak becek karena hujan malam sebelum pertandingan, seharusnya pertunjukan Italia dengan gaya serangan baliknya dan Brasil dengan permainan indahnya seharusnya tersaji. Lapangan basah membuat pergerakan pemain Brasil terbatas dan harus bertahan di babak pertama menghadapi gempuran Italia.
Namun, Brasil mencuri gol pertama lewat tandukan Pele yang menundukkan kiper Italia, Enrico Albertossi, pada menit ke-18. Italia menyamakan kedudukan semenit kemudian lewat Roberto Boninsegna.
Brasil mulai menunjukkan kehebatannya setelah turun minum. Di menit 65 dan 71, Gerson Olivera Nunez dan Jair Ventura membawa Brasil unggul 3-1. Brasil mengunci kemenangan 3 menit menjelang peluit panjang lewat aksi Pele yang melewati beberapa pemain Italia sebelum menyodorkan bola kepada Carlos Alberto, yang meresponsnya dengan tendangan keras dari jarak 30 kaki untuk menambah keunggulan menjadi 4-1.
Juara untuk ketiga kalinya setelah pada 1958 dan 1962 itu menghadiahi Brasil Trofi Jules Rimet secara permanen.
Gempa Iran (Foto: AP)
1990, Gempa Mengguncang Iran
GEMPA terjadi di dekat Laut Kaspia di Iran dan menyebabkan lebih dari 50 ribu orang tewas dan 135 ribu orang terluka, 21 Juni 1990. Gempa berkekuatan 7,7 pada skala Richter tersebut terjadi 30 menit selepas tengah malam ketika kebanyakan orang tertidur dan beristirahat di dalam rumah serta merusak bangunan-bangunan yang sebelumnya menjadi tempat mereka bernaung.
Wilayah seluas 32 ribu km persegi di Provinsi Zanjan dan Gilan benar-benar mengalami kerusakan. Wilayah yang rusak meliputi tanah pertanian dan penginapan-penginapan di pantai. Di dalam kota, semua bangunan runtuh sehingga menewaskan para penghuni, sedangkan sebuah bendungan di Rasht jebol karena gempa susulan yang terjadi keesokan harinya.
Karena gempa itu, air dari bendungan tersebut menyapu habis tanah pertanian di sekitarnya. Tanah yang longsor juga menyebabkan jalan tak dapat dilewati dan banyak orang yang sebenarnya masih hidup di bawah reruntuhan bangunan tak dapat ditolong sebelum kehabisan oksigen. Diperkirakan sekitar 400 ribu orang menjadi tunawisma karena gempa itu.
Operasi Rolling Thunder (Foto: Wikipedia)
1966, Operasi Rolling Thunder Berlanjut
Wikipedia/cs PESAWAT-PESAWAT tempur AS menyerang Vietnam bagian utara yang merupakan fasilitas penyimpanan minyak. Misi itu merupakan bagian dari Operasi Rolling Thunder, yang dimulai pada Maret 1965 setelah Presiden AS Lyndon B Johnson memerintahkan untuk terus membombardir Vietnam bagian utara.
Operasi itu didesain untuk menghalangi rute transportasi di daerah selatan bagian utara Vietnam dan untuk memperlambat suplai tentara dan peralatan tempur menuju selatan Vietnam.
Setahun kemudian, operasi itu menambah target pengeboman, termasuk fasilitas sumber tenaga, pabrik, dan lapangan terbang di area yang seharusnya dilarang untuk diserang, seprti Hanoi dan Haipong.
Sepanjang operasi tersebut dari 1965 hingga 1968, sekitar 643 ribu ton bom dijatuhkan di Vietnam.

1517: Machiavelli Meninggal

Headline: Saudi Remehkan RI

Luapan air renggut 180 jiwa di Beijing

Peretas Curi 1,3 Juta Data Pelanggan Sega

Waduh, Ada Paus Tabrak Kapal




Republika, Selasa, 21 Juni 2011
TAJUK » Pelatuk KPK
Panitia Seleksi (Pansel) menutup pendaftaran calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemarin dengan janji untuk melakukan perekrutan secara ketat agar mendapatkan calon terbaik. Ada banyak nama tokoh di antara para pendaftar. Sebagian sudah kita kenal sebagai aktivis penegakan hukum. Beberapa lagi pernah bekerja un tuk KPK.
Pansel memutuskan untuk melibatkan masyarakat dalam penelusuran terhadap rekam jejak ratusan kandidat. Tentu ini bagus, namun sesungguhnya keputusan itu bukan sekadar tertuju pada masyarakat umum. Pesan yang tak kurang dalam adalah kepada DPR yang kelak akan melakukan seleksi akhir, jangan sampai pilihan mereka bertentangan dengan suara masyarakat, misalnya, karena kepentingan politik tertentu belaka.
KPK selama ini menunjukkan diri sebagai badan dengan tingkat kekhususan tinggi dan jumlah penanganan kasus terbatas. Dalam analisis kebijakan publik, kondisi demikian akan membuatnya sangat tampak di hadapan masyarakat. Baik atau buruknya kinerja KPK lebih mudah terlihat dibandingkan lembaga lain dengan tingkat kekhususan rendah dan jumlah pekerjaannya banyak.
Dengan demikian, KPK akan menjadi anutan dalam cara bertindak masyarakat, tidak hanya dalam hal penanganan kasus korupsi, tapi juga dalam tata nilai kehidupan lainnya. Soal disiplin, rasa keadilan masyarakat, penghormatan terhadap hukum dan HAM, integritas pribadi dan kelompok, serta martabat dan kebanggaan berbangsa, misalnya, akan sangat terpengaruh oleh kinerja KPK. Ketika lembaga ini berhasil mencerminkan standar moralitas tinggi, masyarakat akan mudah terdorong untuk mengikutinya.
Di tengah kemerosotan kredibilitas lembaga penegak hukum akibat serangkaian kasus yang menimpa polisi, jaksa, dan hakim, KPK akan berhadapan dengan ekspektasi yang amat tinggi dari masyarakat. Tidak mudah bagi pimpinan KPK mendatang untuk memenuhi harapan itu.
Independensi mereka akan menjadi kunci penting. Bila perlu, pimpinan KPK benar-benar membatasi kehidupan dan komunikasi dengan orang lain selama mereka menjabat, seperti pernah dilakukan di masa-masa awal lembaga itu. Tapi, independensi adalah barang luks bahkan musykil bagi calon-calon yang punya masalah. Mereka akan dengan mudah tersandera dan akhirnya berkompromi dengan tekanan.
Kita telah melepas banyak lingkup kewenangan negara demi mengikuti arus modernitas, sebagaimana menjadi pesan liberalisme yang—diakui atau tidak—menjadi cara berpikir pemerintah. Namun, berbeda dengan paradigma yang utuh tentang negara modern, kita tidak melanjutkannya dengan penguatan lembaga-lembaga negara. Perkembangan yang kasat mata baru sebatas pada volume lembagalembaga itu dalam hal anggaran dan tenaga. Remunerasi dan rekrutmen belum mencerminkan kinerja.
Kini waktunya kita—masyarakat umum, media, intelektual kampus, dan DPR—untuk sepenuh hati mencurahkan perhatian pada rekrut men warga-warga terbaik untuk menjadi pimpinan KPK. Benar-benar dengan sepenuh hati dan daya. Dalam satu langkah ini saja kita ber hasil, kita telah menarik pelatuk bagi perbaikan bangsa secara keseluruhan.

Hikmah: Matinya Rasa Malu oleh Yuminah Rohmatullah

Rehat: posisi utang pemerintah; kelulusan UN SD di DKI 100%

Dubes RI di Saudi Ditarik

Resonansi oleh Ahmad Syafii Maarif:
Warisan Abul Kalam Azad

Harlah ke-88 Nahdlatul Ulama:
Dari NU untuk Indonesia

NU Perlu Jadi Gerbong Muslim Moderat

Zulkifli Hasan, Din Syamsudin, dan Sumber Daya Hutan

KH Mustofa Bisri (Gus Mus) dan Deradikalisasi Islam

Konferensi Rajab HTI Meriah

Menlu Marty Natalegawa: Negara Lain Juga Mengalami




Seputar Indonesia, Selasa, 21 Juni 2011

Quote of the day »
Kegelisahan lebih buruk daripada kekecewaan.
-- Robert Burns (1759-1796), pujangga dan penulis lagu asal Skotlandia.

RI Tarik Dubes dari Arab Saudi
JAKARTA– Pemerintah Indonesia akhirnya bereaksi atas hukuman pancung terhadap Ruyati binti Satubi. Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menarik pulang untuk sementara waktu Dubes Indonesia di Arab Saudi, Gatot Abdullah Mansyur.

Penerbangan Terganggu Lagi
Debu yang keluar dari Gunung Puyehue dekat Osorno, 870 km selatan Santiago, Cile, 17 Juni silam. Awan debu dari Cile kembali mengganggu penerbangan di Australia.

WELCOME VILLAS-BOAS
LONDON– Teka-teki siapa nakhoda Chelsea terhitung musim 2011/2012 terjawab. The Blues tak ragu membayar buy out clause Andre Villas-Boas demi mendatangkan nakhoda FC Porto tersebut ke Stamford Bridge. Welcome Villas-Boas!


Koran Jakarta, Selasa, 21 Juni 2011
PERADA » Guru dan Tradisi Menulis
--------------------------------------------
Judul: Melejitkan Karir Guru Dengan Menulis
Penulis: Sudaryanto
Penerbit: LeutikaPrio, Yogyakarta
Tahun: I, April 2011
Tebal: x + 119 halaman
--------------------------------------------
Membaca buku ini, saya mencoba merenung. Mungkin benar apabila tradisi menulis di kalangan guru masih rendah. Tak banyak guru yang menjadikan aktivitas menulis sebagai kebiasaan. Urusan sertifikasi yang dirunyamkan oleh kecurangan guru dengan melakukan plagiarisme atau pun transaksi karya tulis bisa menjadi bukti sahih. Namun demikian, bukan berarti tak ada guru yang giat menulis. Masih ada guru yang menghayati perilaku menulis.
Guru yang menulis maupun yang malas menulis barang kali bisa dilihat dari kenaikan pangkat/golongan. Data yang dilansir 2010 menunjukkan sulitnya guru menembus golongan IV/b. Dari sekitar 2,6 juta guru, sebagian besar terkungkung pada golongan IV/a. Adapun guru yang berada di golongan IV/b hanya 0,87 persen (22.620 guru), golongan IV/c sekitar 0,07 persen (1.820 guru), dan golongan IV/d sekitar 0,02 persen (520 guru). Jarangnya guru membuat karya tulis ilmiah dan karya penelitian menjadi salah satu penyebabnya (halaman 15).
Lewat buku ini, guru didorong untuk mentradisikan laku menulis. Bukankah guru memiliki ilmu, gagasan, pemikiran, aspirasi, dan pengalaman yang bisa dituliskan? Apa yang dituliskan guru tentu bermakna bagi dunia pendidikan dan masyarakat. Menulis merupakan kemampuan yang perlu diasah oleh guru. Sebagaimana dikatakan Agus Sartono, Kepala Biro Perencanaan dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Pendidikan Nasional, guru harus membiasakan dan mencontohkan peserta didik untuk menulis.
Mungkin guru memiliki hambatan internal yang bersifat psikologis sehingga enggan menulis. Perasaan tidak berbakat kerap menghinggapi benak guru, padahal menulis hanya membutuhkan tekad dan latihan. Mengutip almarhum Mochtar Lubis, faktor bakat dalam menulis itu hanya 10 persen, sedang faktor latihan dan tekad adalah 90 persen. Itu pun jika benar ada bakat dalam menulis. Guru juga hendaknya menghilangkan perasaan takut salah dan disepelekan tulisannya. Tak ada yang sia-sia dalam menulis. Jika ditemui kesalahan dalam menulis, itu bisa menjadi media belajar guru untuk menulis lebih baik. Peluang guru menulis sebenarnya besar. Guru bisa menulis artikel ilmiah populer di surat kabar, menulis artikel ilmiah untuk jurnal, menulis buku pengayaan siswa, dan lain sebagainya. Ruang-ruang bagi guru menuangkan tulisan tak terbatas.
Dalam hal ini, penulis buku tampaknya mencoba merombak paradigma guru yang hanya puas sebagai konsumen. Para guru tampaknya belum mau dan mampu memberdayakan otak kreatifnya. Dengan kata lain, guru memosisikan dirinya sebagai pengguna dan pemanfaat dari tulisan-tulisan orang lain. Guru juga tak memiliki keinginan dan usaha guna bertukar pikiran atau berdialektika lewat tulisan. Boleh jadi bagaikan katak dalam tempurung, guru menutup diri dari pengalaman dan gagasan baru. Guru mengajar senantiasa monoton tanpa pengembangan karena enggan membaca dan memperkaya wawasan. Efeknya, guru tak memiliki bahan untuk menulis. Penulis buku mempertanyakan para guru yang malas menulis. Jika dikatakan guru memiliki kesibukan yang padat, apakah dalam 24 jam sehari benar-benar sibuk? Apakah tak bisa menyisihkan waktu selama 1-2 jam untuk sejenak merenung dan menulis? (halaman 101-110).
Dengan menulis, guru bisa meningkatkan karirnya. Lewat tulisan yang dibuat, guru turut berkontribusi bagi pengembangan dunia pendidikan. Bahkan, guru bisa mendidik khalayak luas, tak hanya di dalam kelas. Buku ini semoga bisa memotivasi guru membangun tradisi menulis.
*Peresensi adalah Hendra Sugiantoro, penulis lepas tinggal di Yogyakarta

Haluan, Selasa, 21 Juni 2011

Riau Pos, Selasa, 21 Juni 2011

Sriwijaya Post, Selasa, 21 Juni 2011

Lampung Post, Selasa, 21 Juni 2011





Pikiran Rakyat, Selasa, 21 Juni 2011

Dua Owa Jawa Disita dari Rumah Penduduk
Spesies Paling Langka di Dunia

Bosscha Ungkap Misteri Pluto

Suriah Segera Gelar Pemilu



Nadal Belum Ada Hambatan

Persib Mencari Pelatih Baru

Air Sungai Cimanuk Menyusut
Waspadai Kebakaran Hutan Ciremai

Atiqah Hasiholan: Fokus ke Film

Tajuk Rencana: Duka Bagi TKI

Sejarah Kertas


Saat Doa Bekerja


Lingkungan Hidup: Menelikung Hukum demi Pertambangan
Situ Patok Terancam


Radar Jogja, Selasa, 21 Juni 2011

Surya, Selasa, 21 Juni 2011

Pontianak Post, Selasa, 21 Juni 2011

Tribun Pontianak, Selasa, 21 Juni 2011

Banjarmasin Post, Selasa, 21 Juni 2011

Tribun Kaltim, Selasa, 21 Juni 2011

Manado Post, Selasa, 21 Juni 2011

Kuwait Times, Selasa, 21 Juni 2011
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment

Cara Seo Blogger