Sekadar menelusuri jejak-jejak peradaban

Media Indonesia, Rabu, 28 September 2011

EDITORIAL » Pidato saja tidak Cukup
NEGERI ini belum sepenuhnya bebas dari serangan bom teroris. Serangan bom datang silih berganti meneror rasa aman dan nyaman masyarakat.
Hanya satu bulan setelah teror bom buku yang ditujukan kepada sejumlah tokoh pada Maret 2011, muncul bom bunuh diri di Cirebon pada 15 April. Lima bulan kemudian meledak bom bunuh diri di Solo pada 25 September.
Rangkaian ledakan bom itu semakin menegaskan fakta bahwa perang melawan terorisme adalah perang yang sangat panjang dan melelahkan. Karena itu, dibutuhkan stamina, kerja sama, dan kesabaran yang berlipat-lipat.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyebut pelaku bom bunuh diri di Solo diduga anggota jaringan bom Cirebon. Jaringan Cirebon pun tidak berdiri sendiri. Ia terkait dengan kelompok yang menggelar latihan militer di Aceh pada awal 2010, perampokan CIMB Niaga Medan, hingga teror bom buku.
Perang melawan terorisme juga membutuhkan kesabaran yang berlipat-lipat karena sasaran bom tidak pernah diduga sebelumnya. Sasaran bom bisa kepentingan asing di Indonesia, bisa mal tempat umum berbelanja, bisa pula rumah ibadah. Bom Cirebon diledakkan pada saat salat Jumat di masjid yang terletak di dalam kompleks Kantor Polres Kota Cirebon dan bom Solo diledakkan sesaat setelah kebaktian di gereja.
Dua sasaran bom terakhir itu mempertegas keyakinan kita bahwa teror bom tidak terkait dengan agama tertentu. Seluruh umat beragama mesti bersatu dan bahu-membahu melawan teror bom. Ingat, teror bom disebut berhasil pada saat umat beragama mencurigai satu sama lain. Masyarakat tidak boleh panik. Kalau masyarakat panik, berarti teroris menang.
Kita memberi apresiasi kepada pemerintah yang secepat kilat mengetahui bahwa pelaku bom Solo berasal dari jaringan Cirebon. Akan tetapi, wajar pula kalau ada orang mengaku heran terhadap aksi teror bom bunuh diri yang menurut pemerintah terpantau, tetapi tidak bisa diberantas.
Pemberantasan terorisme selama ini terlalu gegap gempita pada pernyataan bahwa jaringan telah terungkap, tapi sunyi senyap dalam kenyataan berhasil menghabisi jaringan tersebut, apalagi membongkar otak di balik peledakan bom.
Memberantas terorisme tidak cukup dengan pidato keprihatinan saban bom meledak. Sudah berulang kali ditegaskan bahwa masih besarnya ancaman teroris di Republik ini semestinya mendorong perlunya kerja sama penanganan terorisme yang lebih terpadu dan terorganisasi antara aparat kepolisian dan TNI. Bahkan, mestinya perang melawan teroris dijadikan gerakan rakyat sehingga tidak ada ruang sedikit pun bagi teroris merekrut 'pengantin' bom bunuh diri.
Menghentikan terorisme tidak cukup dengan penanganan represif, apalagi pidato. Negara tidak boleh membiarkan, apalagi bertoleransi terhadap setiap kekerasan di ruang publik yang dilakukan kelompok warga atas nama agama sekalipun. Sikap seperti itu hanya memberi ruang bagi elemen-elemen kekerasan untuk merajalela.

PAUSE » Pria dan Sakit Jantung
PRIA yang memiliki anak punya kemungkinan sangat kecil untuk meninggal karena sakit jantung. Kesimpulan itu berdasarkan hasil pengamatan terhadap 138 ribu pria dewasa, baik yang memiliki anak maupun tidak, di AS.
Sekitar 92% partisipan penelitian yang dilakukan sejak 1990 itu berstatus ayah. Setelah dievaluasi dalam 10 tahun, peneliti mendapati sekitar 10% partisipan penelitian telah meninggal. Tim peneliti pun membandingkan data jumlah kematian pria itu berdasarkan kepemilikan anak dan gaya hidup mereka. Hasilnya kemungkinan seorang ayah meninggal akibat penyakit jantung 17% lebih rendah jika dibandingkan dengan mereka yang tidak mempunyai anak.
Menurut pemimpin penelitian Dr Michael Eisenberg dari Universitas Stanford, AS, kehadiran anak secara tidak langsung menumbuhkan kepedulian sang ayah untuk menjaga kesehatannya sendiri. (AP/*/X-5)


ON THIS DAY


Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment

Cara Seo Blogger