Sekadar menelusuri jejak-jejak peradaban

Koran Pagi Edisi Rabu 22 Juni 2011

Selamat malam....

Koran Tempo, Rabu, 22 Juni 2011




















Media Indonesia, Rabu, 22 Juni 2011
EDITORIAL » Moratorium TKI
TRAGEDI Ruyati, TKI asal Bekasi yang dihukum pancung di Arab Saudi, pekan lalu, mempertegas fakta tentang lemahnya posisi negara melindungi warga yang bekerja di luar negeri.
Begitu lemahnya posisi itu sehingga pemerintah Arab Saudi pun merasa tidak perlu memberitahukan terlebih dahulu jadwal dan proses eksekusi Ruyati kepada pemerintah Indonesia, sesuatu yang diharuskan hukum internasional.
Tahu-tahu Ruyati dipancung dan pemerintah pun hanya bisa menanggapinya dengan pernyataan terkejut. Seperti biasa pula, reaksi dalam negeri pun begitu ramai dengan berbagai motif.
Sesungguhnya, ini merupakan aib besar. Selain tidak mampu melindungi dan membela warga yang terlunta-lunta, disiksa, dan terancam oleh kematian, pemerintah juga tidak dipandang negara lain.
Karena itu, kasus Ruyati harus menjadi pelajaran sangat serius bagi pemerintah. Sudah saatnya mendengar sungguh-sungguh rekomendasi Sidang Paripurna DPR untuk melakukan moratorium penempatan tenaga kerja kita di luar negeri, khususnya ke Arab Saudi.
Kita tidak boleh lagi terbelenggu oleh dilema simalakama antara tragedi kemanusiaan dan puja-puji pahlawan devisa. Ruyati harus menjadi cambuk yang menyadarkan bahwa martabat manusia Indonesia lebih penting daripada keuntungan finansial yang menyebar ke berbagai pihak di dalam negeri.
Australia baru saja memberi contoh bagaimana sebuah negara harus memiliki keutamaan yang tidak bisa ditawar-tawar. Kalau Australia mampu mengutamakan sapi dengan rela rugi ratusan juta dolar, mengapa pemimpin Indonesia tidak menghargai nyawa seorang manusia bernama Ruyati?
Kekejaman Arab Saudi sesungguhnya kalah jika dibandingkan dengan seluruh proses rekrutmen, penampungan, dan pengiriman TKI yang ada di Indonesia sendiri. Arab Saudi hanya mengeksekusi kekejaman yang dipelihara di dalam negeri, yaitu seluruh proses yang sarat manipulasi.
Moratorium dalam jangka tertentu dapat memperbaiki keadaan. Toh, pemerintah juga pernah melakukan hal itu terhadap Yordania, Kuwait, dan Malaysia. Mengapa terhadap Arab Saudi harus diharamkan?
Tanpa memperbaiki sungguh-sungguh kebobrokan dunia TKI di dalam negeri, kekejaman hanya menunggu waktu untuk terjadi lagi di luar negeri. Tanpa ada yang merasa malu dan bersalah atas tragedi Ruyati di kalangan pemimpin di Tanah Air, Ruyati-Ruyati berikutnya akan hadir lagi.
Aneh, di tengah banyak lembaga yang mengurus TKI, tidak ada yang mengaku salah dan mengambil konsekuensi atas kesalahan itu sebagai manifestasi pemimpin yang memiliki peradaban!
Kita tunggu siapa di antara penguasa yang berjibun sekarang ini dalam urusan TKI mengaku salah dan mengundurkan diri. Bukan lagi rahasia, manipulasi sudah berurat akar dari pusat sampai ke perdesaan dalam rekrutmen TKI.
Jangan sok berbudaya kalau tidak menghargai warga negaranya sendiri. Martabat negara dan pemimpin diukur pada komitmennya pada kemanusiaan rakyatnya baik di dalam maupun di luar negeri.

PAUSE » Depresi dan Osteoporosis
KEPADATAN mineral tulang seseorang dapat dipengaruhi gejala-gejala depresi yang dialaminya. Demikian diungkapkan studi yang digelar Deakin University Australia bersama dengan sejumlah universitas di Norwegia, belum lama ini.
Dalam studi itu, para peneliti memindai tulang lengan 8.000 pria dan perempuan di Norwegia. Selain itu, tim menganalisis keadaan psikologis mereka selama beberapa waktu.
"Khususnya pada pria, kami menemukan mereka yang kerap mengalami depresi dan kecemasan berlebihan setiap harinya ternyata memiliki kandungan mineral yang lebih rendah dalam tulang mereka," ungkap peneliti Lana Williams. "Jadi sangat mungkin buruknya kesehatan mental menjadi penyebab meningkatnya risiko tulang keropos atau osteoporosis pada seseorang," tambahnya. (Zeenews/*/X-5)

Hentikan Pengiriman TKI ke Arab Saudi

Pop Riset: Stasiun Bencana ala Osaka

Menjaga Sungai

Gunakan Perahu

ON THIS DAY: 1941, Jerman Menginvasi Uni Soviet

ON THIS DAY: 1944, Tornado Menghantam Virginia Barat dan Pennsylvania

ON THIS DAY: 1962, Kecelakaan Misterius di Guadeloupe

ON THIS DAY: 2001, The Fast and the Furious Rilis

Jadi Rocker, Tom Cruise Ubah Penampilan

Kecelakaan Pesawat Tewaskan 44 Orang

Messi Tampil Memukau


Republika, Rabu, 22 Juni 2011
TAJUK » Dunia Tunggu Kiprah Indonesia
Dalam berbagai forum G-20 dan konferensi-konferensi ekonomi internasional, Asia disorot sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi global dan penyemarak perdagangan internasional yang sempat runtuh akibat krisis perumahan 2008. Asia, tentu tidak semua negara di benua ini, mencakup Cina, Korea Selatan, India, Singapura, dan Indonesia.
Indonesia memiliki modal besar untuk menjadi penggerak ekonomi kawasan dan regional. Dalam konteks regionalisme, Indonesia pemimpin ASEAN Integrity. Ada 500-600 juta penduduk ASEAN, yang 230 juta di antaranya ada di Indonesia. GDP Indonesia tertinggi, yang menjadi mesin pendorong lalu lintas perdagangan bebas.
Penduduk yang banyak menempatkan Indonesia begitu strategis dalam hal investasi, konsumsi, pasar, kompetisi, hingga tenaga kerja. Kekuatan jumlah penduduk ini bisa dilihat dari tingginya kontribusi kelompok dalam pertumbuhan ekonomi, terutama dari sisi konsumsi. Investasi langsung pun tidak perlu mengkhawatirkan kekurangan tenaga kerja, karena tersedia dengan lengkap.
Kita memang menghadapi sejumlah masalah krusial seperti infrastruktur, birokrasi yang lamban, sampai persoalan kelambanan produksi sektor-sektor strategis. Namun, kita melihat keseriusan pemerintah yang begitu intens untuk memperbaiki semua ini. Beragam program sudah dijalankan, sebut saja pembentukan koridor ekonomi, pembangunan infrastruktur, perbaikan sistem lalu lintas, hingga perluasan jalan.
Tak heran jika sebetulnya posisi Indonesia sejajar dengan Cina dan India dalam berkontribusi menggerakkan ekonomi Asia, dan menopang pemulihan ekonomi Amerika dan Eropa. Ekspansi ekonomi Indonesia ditunggu dunia agar bisa mengangkat lagi perekonomian global bergerak ke arah yang lebih baik.
Pemerintah bisa mengontrol inflasi dengan baik, sementara kinerja perbankan menunjukkan tren peningkatan signifikan. Defisit anggaran pun tidak mengkhawatirkan alias masih dalam batas normal dan bisa dimengerti. Cadangan devisa kita sekarang menyentuh angka di atas 100 miliar dolar AS—suatu pencapaian luar biasa yang patut kita apresiasi. Ini mencerminkan, setidaknya secara makro, fondasi ekonomi kita cukup kuat.
Kita berharap, pemerintah memberikan landasan dan modal yang besar bagi terciptanya bangsa Indonesia yang kompetitif di tingkat internasional. Pemerintah menjadi agen penting mempromosikan kekuatan-kekuatan ekonomi bangsa—baik swasta maupun perusahaan negara—untuk berkiprah di seluruh dunia.
Kita percaya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Wapres Boediono, dan Menko Perekonomian Hatta Rajasa mampu menjawab segala tantangan dan harapan internasional yang dialamatkan kepada kita.









Seputar Indonesia, Rabu, 22 Juni 2011
Quote of the day »
Jangan biarkan masalah yang harus diselesaikan menjadi lebih penting daripada orang yang harus dicintai.
-- Barbara Johnson, penulis asal Amerika Serikat

TAJUK » Komunikasi yang Lemah
Kasus Ruyati, tenaga kerja wanita (TKW) asal Bekasi, Jawa barat yang menerima hukuman pancung di Arab Saudi menunjukkan lemahnya diplomasi kita. Diplomasi atau komunikasi internasional kita dengan Arab Saudi seharusnya bisa berjalan lancar dan bisa mencegah hal-hal yang merugikan kedua pihak.
Namun, dalam kasus Ruyati, tentu kita yang dirugikan karena warga negara kita yang menjadi korban. Hubungan diplomasi Indonesia dengan Arab Saudi seharusnya bisa dijalin dengan baik karena setiap tahun Indonesia “pengekspor” jamaah haji terbesar di dunia. Tak hanya itu, puluhan ribu warga kita juga sering melakukan wisata rohani atau umrah ke Arab Saudi. Belum lagi kebutuhan tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi.
Kedua, negara ini mempunyai hubungan yang saling membutuhkan dan seharusnya hubungan diplomasi bisa berjalan lancar.Tapi, sekali lagi dalam kasus Ruyati, diplomasi terutama dari kita sangat lemah. Seharusnya, jika lobi berulang kali yang dilakukan perwakilan kita di Arab Saudi menemui jalan buntu,sewajarnya pemerintah di Tanah Air juga ikut menyelesaikan.
Bahkan, jika perlu Presiden turun untuk sekadar melobi Pemerintah Arab Saudi. Apalagi beberapa hari sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pidatonya di organisasi buruh dunia (ILO) menyatakan perihal perlindungan terhadap tenaga kerjanya. Selain itu, sikap Arab Saudi yang tidak memberitahukan rencana hukuman pancung ke Pemerintah Indonesia sangat disayangkan.
Cara yang terkesan tiba-tiba dalam melakukan eksekusi ini juga menunjukkan bahwa Arab Saudi tidak terlalu menganggap penting Indonesia. Arab Saudi seolah menganggap rendah bangsa ini. Sewajarnya jika kita bersikap keras dengan cara-cara Arab Saudi. Penarikan perwakilan pemerintah dari Arab Saudi adalah sikap keras yang patut dihormati.
Tapi, kita membutuhkan sikap yang lebih lantang dan keras dalam menyikapi ini. Kasus Ruyati bukan hanya kasus yang menimpa keluarga dari Bekasi, Jawa Barat. Tapi kasus ini telah mencoreng seluruh rakyat Indonesia. Komunikasi internal (antarpejabat) dan internasional yang lemah ini harus dibenahi, jika tidak kasus serupa akan terulang.
Jika tidak ada pembenahan, marwah Indonesia di dunia internasional selalu akan direndahkan. Padahal, Indonesia mempunyai kekuatan agar tidak direndahkan dalam diplomasi internasional. Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, ekonomi kita mulai diperhitungkan dunia internasional dengan pertumbuhan kelas menengah paling besar, sumber daya alam yang selalu menjadi incaran dunia luar, dan lain-lain.
Modal inilah yang harus kita gunakan upaya diplomasi atau komunikasi dengan internasional. Namun, dibutuhkan pemimpin yang kuat untuk bisa melakukan ini. Dibutuhkan seorang pemimpin yang jauh dari kepentingan kelompok dan individu untuk bisa membuat Indonesia dipandang sejajar atau bahkan lebih tinggi dari negara lain.
Pemimpin yang kuat akan bisa menekan anak buahnya untuk bisa meningkatkan komunikasi dan menjauhkan anak buahnya dari kepentingan kelompok. Sekali lagi, komunikasi sangat penting dalam menjalin hubungan internal maupun internasional. Komunikasi perlu dijalankan untuk membangun, lalu menjalankan sebuah sistem dengan baik.
Tanpa ada komunikasi yang baik, niscaya negara ini tidak akan menuju ke arah yang lebih positif. Indonesia mempunyai modal yang besar untuk menjalin komunikasi yang baik dengan dunia internasional. Dan semuanya bergantung kepada pemimpin-pemimpin bangsa ini.?

Headline » Pesawat Jatuh, 44 Tewas, Kakak Beradik Selamat
MOSKOW–Sedikitnya 44 orang tewas dalam kecelakaan pesawat Rusia di Kota Petrozavodsk pada Senin malam (20/6) waktu setempat. Delapan penumpang lain selamat dan kini dalam kondisi kritis.
News » Bandara Australia Terganggu
Calon penumpang memikirkan berbagai alternatif di depan papan pengumuman penerbangan Bandara Melbourne kemarin.
Sports » TEROR LA ROJITA
VIBORG – Spanyol diunggulkan bisa mengatasi Belarus di semifinal Euro U-21, malam nanti. La Rojita langsung menebar ancaman demi memuluskan target menggenggam titel ketiga.
LifeStyle » N9, Kejutan yang Menyegarkan
Nokia N9 mengusung sistem operasi MeeGo yang dipopulerkan oleh Nokia N900. Sebelum kolaborasi Nokia-Windows meluncur pada awal 2012 mendatang, tahun ini Nokia tetap berfokus pada OS MeeGo dan Symbian Anna.

MIRROR » PSIKOLOG MEKSIKO ELENA DURON MIRANDA - Penyelamat Anak-Anak di Tempat Pembuangan Sampah
Dia membantu anak-anak Argentina melalui lembaga nonprofit, PETISOS. Organisasi ini memberikan pendidikan gratis dan berbagai program ekstrakurikuler. Psikolog Meksiko Elena Duron Miranda memulai sepak terjangnya sejak 11 tahun silam, setelah melihat anak-anak di tempat pembuangan sampah akhir di Bariloche, Argentina.
Saat itu, Miranda mengaku ngeri melihat anak-anak berusia 3 tahun mengobrak-abrik tempat pembuangan sampah, hanya untuk mencari makanan dan barang-barang berharga. “Saya melihat anak-anak mengumpulkan sosis hijau, sekantong remah-remah keripik kentang, sekantong mi dengan krim, dan yoghurt sisa,” ungkap Miranda, yang berkunjung ke Bariloche untuk melakukan penelitian.
“Anak-anak mulai membersihkan makanan itu. Membersihkan setiap mi, kentang, dan mengupas kulit sosis. Seolah-olah mereka telah melakukan kegiatan yang sama berkali-kali.” Miranda mengatakan, ada sekitar 200 anak di tempat pembuangan sampah yang mengumpulkan makanan untuk dimakan dan dijual lagi.
“Pada saat itu, anak saya sama usianya dengan kebanyakan mereka, dan itu membuat saya sangat sedih,” ungkap Miranda, 41. Miranda mengamati banyak anak di Bariloche, sebuah kota yang populer untuk pemain ski dan wisatawan di selatan Argentina, putus sekolah dan menghabiskan hidup mereka bekerja sebagai pemulung di tempat pembuangan sampah akhir.
Tak tega melihat semua ini, Miranda pun bertekad memulihkan martabat mereka. Dia memutuskan menetap di negara itu dan mendirikan organisasi nirlaba bernama PETISOS, yang merupakan singkatan Prevención Erradicación y del Trabajo Infantil SOS (Prevention and Eradication of Child Labor SOS/Pencegahan dan Pemberantasan Pekerja Anak SOS). Organisasi ini bertujuan memberikan anak-anak pendidikan gratis dan berbagai program ekstrakurikuler, sehingga mereka memiliki aktivitas alternatif selain bekerja.
Saat ini, sekitar 200 anak laki-laki dan perempuan di Bariloche mendapatkan manfaat dari PETISOS. “Kami melakukan pencarian secara personal ke semua anak laki-laki dan perempuan yang kini bekerja sama dengan kami,” kata Miranda. “Kami juga bekerja sama dengan keluarga, sekolah, pusat-pusat medis atau kesehatan untuk mengeluarkan mereka dari situasi sebagai buruh kerja.
”Ketika organisasi itu pertama kali berjalan, Miranda mulai memahami apa yang membawa anak-anak bekerja di tempat pembuangan sampah. Saya ingin tahu apa yang membuat sebuah keluarga membiarkan ini terjadi. Apa yang saya lakukan adalah mendirikan kemah di tempat pembuangan sampah dan bekerja bersama anak-anak, tepat di samping mereka,” tuturnya.
“Saya ikut mengambil sampah juga. Saya juga menyaksikan bagaimana kehidupan mereka di tempat ini, semua yang mereka lakukan. Jadi, keluarga mereka mulai percaya padaku,” paparnya. Menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO), Argentina telah memiliki hukum yang melarang pekerja anak.
Namun, mayoritas anak yang bekerja melakukannya untuk keluarga mereka sebagai buruh yang tidak dibayar, karena alasan ekonomi. Orang tua tidak memaksa anak-anak mereka bekerja, tapi anak-anak itu bekerja pada usia dini karena aktivitas itu dilakukan keluarga mereka. “Semua orang tua menginginkan kehidupan yang lebih baik bagi anak-anak mereka daripada apa yang kini mereka miliki.
Namun, ada saat ketika situasi mereka sangat sulit sehingga mereka tidak memiliki jalan keluar, selain seluruh keluarga harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan,” urai Miranda. Karena itu, Miranda dan timnya mulai mengidentifikasi pekerja anak dan mengamati kebiasaan mereka.
Setelah mendapatkan kepercayaan anak-anak, sekitar setahun kemudian mereka mengadakan pertemuan dengan keluarga si anak. Mereka pun mengembangkan rencana terpadu untuk membantu anak-anak dan mencoba menyadarkan keluarga untuk memahami pentingnya pendidikan.
Program PETISOS ini terbuka bagi siapa pun, baik anak yang bekerja maupun anak yang tidak bekerja. Namun, melibatkan pekerja anak dapat menjadi proses yang panjang. “Bila bekerja dalam situasi kemiskinan yang meluas, Anda sangat sulit untuk berbicara kepada orang tua tentang rencana jangka panjang karena biasanya mereka hidup hanya untuk rencana jangka pendek,” kata Miranda.
“Kami memberi tahu mereka bahwa seorang anak yang bersekolah memiliki kesempatan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, dan akhirnya menghasilkan lebih banyak uang daripada mereka melakukan pekerjaan pinggiran seperti ini,” pungkasnya. Untuk memastikan pertumbuhan anak-anak, menurut Miranda, PETISOS memiliki tim profesional dan relawan yang bekerja khusus untuk mereka.
Anak-anak ini terdaftar di sekolah dan memiliki kelompok pelacakan untuk memastikan mereka hadir di sekolah. Melalui workshop seusai sekolah, yang diadakan di markas PETISOS, anak-anak bisa mendapatkan bantuan untuk pekerjaan rumah atau melakukan proyek seni. Mereka juga ditemani psikolog, dokter, dan pekerja sosial untuk bekerja sama dengan anak-anak dan keluarga mereka.
Bukan hanya anak-anak, kepala keluarga juga mendapat pelatihan kerja dan dukungan dalam membesarkan anak. “Orang tua senang dengan proyek ini karena mereka menyadari kita sangat peduli dengan anak-anak mereka. Kami memberikan mereka dorongan semangat untuk memiliki masa depan yang lebih baik, masa depan yang berbeda,” terangnya. *SUSI SUSANTI



Koran Jakarta, Rabu, 22 Juni 2011


Haluan, Rabu, 22 Juni 2011

Riau Pos, Rabu, 22 Juni 2011

Sriwijaya, Rabu, 22 Juni 2011

Lampung Post, Rabu, 22 Juni 2011

Pikiran Rakyat, Rabu, 22 Juni 2011












Radar Jogja, Rabu, 22 Juni 2011

Surya, Rabu, 22 Juni 2011

Pontianak Post, Rabu, 22 Juni 2011

Tribun Pontianak, Rabu, 22 Juni 2011

Banjarmasin Post, Rabu, 22 Juni 2011

Tribun Kaltim, Rabu, 22 Juni 2011

Manado Post, Rabu, 22 Juni 2011
Bali Post:

International Bali Post

Kuwait Times
Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment

Cara Seo Blogger